Kamis, 05 September 2013

Nikah Fasid Dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

Nikah Fasid Dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

Nikahul fasid terdiri dari dua kata, yaitu "nikah" dan "fasid". Pengertian nikah menurut para fuqoha adalah "wathi" sedangkan arti majazi adalah "akad". Sedangkan pengertian Fasid  adalah "yang rusak". Dengan demikian nikah fasid adalah "pernikahan yang rusak". 

Nikah Fasid Dalam Pandangan Hukum Islam
Para ahli hukum Islam dikalangan madzhab Maliki berpendapat bahwa nikahul fasid ada dua bentuk, yaitu (1) yang disepakati oleh para ahli hukum Islam, nikah ini seperti menikahi wanita yang haram dinikahinya baik karena nasab, susuan, atau menikahi istri kelima sedangkan istri keempat masih dalam iddah. (2) yang tidak disepakati oleh para ahli hukum Islam, seperti nikah waktu ihram, nikah sirri.
Dikalangan madzhab Syafi'i nikahul fasid itu adalah akad nikah yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang wanita, tetapi kurang salah satu syarat yang ditentukan oleh syara'.
Menurut ketentuan hukum Islam, siapa yang melihat dan mengetahui akan adanya seorang yang berkehendak untuk melangsungkan pernikahan, padahal diketahui bahwa pernikahan tersebut cacat baik karena kurangnya rukun dan syarat yang ditentukan, maka pernikahan tersebut wajib dicegah agar pernikahan tersebut tidak terlaksana. Jika mengetahui setelah akad nikah dilangsungkan, maka wajib mengajukan pembatalan kepada instansi yang berwenang.

Nikah Fasid Dalam Hukum Positif Indonesia
Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tidak secara tegas dinyatakan adanya lembaga nikahul fasid dalam Hukum Perkawinan di Indonesia. Hanya ada pasal-pasal yang mengatur tentang batalnya perkawinan, yaitu Pasal 27 sampai dengan 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan tersebut memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk membatalkan suatu perkawinan apabila perkawinan itu dianggap tidak sah (no legal force). Dalam Pasal 22  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa pernikahan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa suatu perkawinan yang dilaksanakan oleh seseorang bisa batal demi hukum dan bisa dibatalkan apabila cacat hukum dalam pelaksanaannya. Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan.
Perkawinan batal demi hukum apabila dilakukan sebagaimana tersebut dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu (1)suami melakukan perkawinan, sedangkan ia telah memiliki empat istri, (2)suami yang menikahi istrinya yang telah di-li'an-nya, (3)suami menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi talak tiga kali, kecuali bekas istrinya tersebut telah menikah dengan pria lain kemudian bercerai dan habis masa iddah-nya, (4)perkawinan yang dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah baik garis keturunan lurus keatas ataupun kebawah, (5)perkawinan yang dilakukan antara dua orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan menyimpang, (6)perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan semenda, (7)perkawinan dilakukan dengan saudara kandung dari istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri.
Pengajuan pembatalan perkawinan yang telah dikabulkan oleh Pengadilan Agama, maka saat mulai berlakunya pembatalan perkawinan itu dihitung sejak tanggal hari putusan Pengadilan Agama dijatuhkan dan putusan itu telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Adapun pembatalan itu tidak mempunyai akibat yang berlaku surut terhadap (1)anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Dengan demikian, anak-anak tetap mempunyai status hukum yang jelas dan resmi sebagai anak dari orang tua mereka, (2)suami dan istri yang beriktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan itu didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu, (3)juga terhadap pihak ketiga yang beriktikad baik, pembatalan perkawinan tidak berlaku surut.

(Dikutip dari buku ANEKA MASALAH HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA karya Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum.)

2 komentar:

  1. Dear brides and grooms to be
    Salam hangat dari HIS Seskoad Grand Ballroom Bandung.
    Kami dengan bangga mempersembahkan venue terbaru kami yaitu “HIS Seskoad Grand Ballroom”, Gedung seskoad yang berletak strategis nan mewah yang menjadi favorit para calon pengantin ini kini berada di naungan HIS, untuk itu fasilitas yang terdapat di gedung seskoad grand ballroom kini berstandard seperti gedung HIS lainnya, “Ballroom full karpet eksklusif, AC, Lampu Kristal, dan design ruangan yang elegan&mewah”. Selain gedung, kami juga bekerjasama dengan banyak pilihan vendor ternama di Bandung, mulai dari catering, busana&MUA, dekorasi, music & entertainment, fotografi&videografi, MC, wedding car, hingga pelayanan yang kami miliki untuk membantu calon pengantin dari awal sampai akhir yaitu, Wedding Public Relations, Wedding Planner, dan Wedding Executor. Dengan sistem “One Stop Wedding Service”, Kami pastikan akan memberikan pelayanan terbaik dalam membantu dari awal hingga di hari Bahagia akang teteh
    Untuk itu kami mengundang akang teteh calon pengantin, untuk datang ke pre-launching HIS Seskoad Ballroom kami, dan segera dapatkan HARGA PRE-LAUNCHING yang pasti akan sangat worth it dengan fasilitas dan pelayanan yang kami berikan serta BONUS FANTASTIS! untuk akang teteh calon pengantin Cuma di HIS SESKOAD GRAND BALLROOM.

    For more info and detail call :
    Wedding Public Relations HIS Seskoad Grand Ballroom
    Jl. Gatot Subroto No. 96 Bandung.
    Giyan : 082261170022 (WA)
    INSTAGRAM : @his_seskoad @giyanti.hisseskoad

    See u brides and grooms to be!
    -HIS Wedding Venue Organizer-

    BalasHapus